Pohon kuwista dan Peringatan Hari Pahlawan ke-76
Pondok Pesantren Attaqwa
Putri, Rabu 10 Nopember 2021:
Wikipedia menamakan Kawista
(Limonia acidissima syn. Feronia limonia), warga
ujungharapan menyebutnya pohon atau “buah Kuwista.” Pohon itu terlihat memayungi
barisan peserta upacara peringatan hari Pahlawan ke -76 Kabupaten Bekasi, Ketika
pagi langit terlihat mendung. Peringatan yang dihadiri oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah
(Forkopimda), kali ini dipusatkan di Pondok Pesantren Attaqwa Putri, tempat
pohon kuwista tumbuh, dengan daun kecilnya yang bulat, hijau dan lebat mengipasi
para peserta upacara yang berbaris rapih,
penuh kekhidmatan. Di tempat ini pula kepoloporan dan ketauladan KH. Noer Alie
dimulai. Kepoloporan dan ketauladan KH. Noer Alie, sosok yang aura
kharismatiknya sangat kuat, tidak hanya cerita soal meletusnya senjata Arisaka,
buatan Baron Arisaka Nariakira, seorang Letnan Jenderal Angkatan Darat
Kekaisaran Jepang, atau menyalaknya senapan Lee enfield, buatan Inggris,
di medan perang, ketika revolusi fisik kemerdekaan. Ia juga meninggalkan jejak cerita
tentang kepeloporannya tentang bagaimana membangun masyarakat sejahtera, aman,
adil makmur dan Bahagia sebagai pengejawantahan dari nilai keadilan, kejujuran,
persaudaraan, gotong royong dan saling tolong menolong, (Muqadimah anggaran
dasar Yayasan). Tahun 1950, Ketika konferensi meja bundar menghasilkan
keputusan, perangpun usai, KH. Noer Alie
melanjutkan cita-cita kemerdekaan, mensejahterakan kehidupan bangsa, dengan kembali
ke kampung halamanya, ujungmalang, Bekasi, setelah seblumnya hijrah ke Banten. Bekasi sebelum kemerdekaan, merupakan daerah ommelanden (daerah sekitar yang berada
luar kastil)Batavia, sebagai daerah tanah partikelir ( particuliere landerijen) sampai tahun 1958.
Tuan tanah (landheer) China, mempunya hak pertuanan (landsheerlijke
rechten) atas penduduk yang tinggal di tanah tersebut. Hak ini diberikan kepada Tuan tanah, oleh Hindia Belanda, wewenang
untuk mengangkat dan memberhentikan aparat pemerintah untuk menjaga dan melindungi
kepentingan Tuan Tanah seperti menagih pajak, mengawasi pekerja dan mengontrol
kerja rodi warga yang tinggal di tanah partikelir, yang luasnya bisa ribuan
hektar. Daerah Bekasi seperti negara
dalam negara. Tidak ada lembaga Pendidikan yang disediakan tuan tanah bagi
warga yang tinggal dan bekerja untuknya, penduduk yang tinggal di tanah
partikelir masih percaya dengan jimat, mereka
mendatangi dukun, meminta jampi terhadap masalah yang dihadapinya. Tidak ada
kemakmuran, tidak ada keamanan, maling dan garong berkeliaran di malam hari.
Gambaran daerah Bekasi (ommelanden Batavia) ketika itu, gambaran lingkungan yang sangat terbelakang
dan menakutkan, seluruh keburukan lingkungan masyarakatnya dicatat oleh pejabat
Hindia Belanda dengan sangat tertib dan rapih sebagai peringatan bagi oang
Eropa untuk berhat-hati memasuki Bekasi ommelanden Batavia. Kondisi sosial ekonomi dan lingkungan
yang buruk masyarakat Bekasi ketika itu, sebuah realitas diskrimanatif yang
dialami pribumi (inlander), wujud dari kebijakan pemerintah Hindia
Belanda yang memandang pribumi (inlanders) warga dengan ras kelas
terendah yang disamakan dengan binatang; seperti terlihat di papan pengumuman pintu
masuk kolam reang, “anjing dan pribumi dilarang masuk” (verboden Voor honden
en inlader). Pribumi (inladers) pemilik tanah sesungguhnya,
yang memberi kemakmuran hidup bagi orang Eropa, arab dan China, diperlakukan
seperti Budak di kampung sendiri, di
tanahnya sendiri. Pengalaman getir masyarakat Bekasi ini menimbulkan
keprihatinan yang mendalam bagi manusia beradab, dan menjadi pendorong untuk bergerak
melakukan sesuatu bagi warganya yang tertindas secara keji. Tidak ada wujud
kesejahteraan yang merupakan cita-cita berdirinya Republik Indonesia, hadir di Bekasi. Sebagai orang yang pernah diangkat
oleh Mohamad Moekmin, (wakil Residen Djakarta) sebagai Koordinator Kaboepaten
Djatinegara, tanggal 1 Januari 1948, KH. Noer Ali, yag berasal dari kampung
kecil yang terisolir yang bernama ujungmalang Bekasi, tahu persis kondisi yang sangat
memprihatinkan yang dihadapi saudara-saudaranya di Bekasi, kondisinya seperti
sebuah masyarakat yang dikutuk untuk selalu menderita dalam waktu yang lama, lebih
dari satu abad. Setelah Indonesai Merdeka, penghisapan
tuan tanah terhadap masyarakat Bekasi harus segera dihentikan dan mengembalikan
tanah yang dirampas oleh yang Agung pemerintah Hindia Belanda dengan mantra domein
verklaring, kepada yang berhak. Indonesai merdeka punya mantra baru
menggantikan mantra yang lama. Tanah untuk kesejahteraan rakyat. Tanah
harus memberi manfaat dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat, sebagaimana ditulis dalam pasal 33 UUD-45, “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tahun 50an sampai 60an merupakan tahun penuh kesibukan,
disamping aktif di pemerintahan, KH. Noer Alie, menggerakan masyarakatnya,
memberi contoh (sebagai pelopor) membangun masyarakat diberbabagai bidang salah
satu yang penting bidang pendidikan dan perekonomian. Organisasi sosial Pembangunan pemeliharaan dan
pertolongan Islam (P3I) yang didirikan sejak tahun 1950, sebagai wadah untuk
menjawab persoalan masyarakat Bekasi, selanjutnya diresmikan menjadi badan
hukum tahun 1956, menjadi Yayasan Pembangunan, pemeliharaan dan Pertolongan
Islam (YP3i), Pendidikan merupakan solusi yang
mempunyai titik singgung solutif terhadap berbagai permasalahan dihadapi
ketika itu. Bersama kawan-kawan seperjuangannya KH.Noer
Ali, membanguna Pesantren Bahagia di alun-alun Bekasi (saat ini menjadi markas
Kodim kota Bekasi), dan Pesantren Attaqwa di di djumalang. Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi
membentuk panitia pambagian tanah, yang diketuai Mad Nuin Hasibuan( bekas BKR
laut, kawan seperjuangan KH Noer Ali), kata Ali Anwar dalam bukunya Kemandirian
Ulama Pejuang, KH. Noer Ali. Tanah-tanah usaha dari bekas tanah partikelir di
bagikan kepada Petani yang tidak memiliki tanah (tunakisma). Tahun 1958 melalui
UU No.1 tahun 1958, tanah partikelir dihapus, melalui UU ini, tidak ada lagi
tanah kongsi dan tanah usaha. Desa-desa
di kabupaten Bekasi, mendapat tanah bengkok (gaji kepala desa dan
aparat) masing-masing mendapat lebih dari 40 hektar dan lebih dari 40 hektar tanah
titisara (tanah yang hasilnya untuk membangun desa). Kegelapan yang selama lebih dari satu
abad menyelimuti Bekasi, perlahan mulai hilang, berganti cerah. Mata hari
pagi yang sehat dan penuh harapan
menyinari Bekasi. Aktifitas kehidupan masyarakat menggeliat, dimulai dengan
penuh semangat. Para petani terlihat membawa cangkul dan kerbaunya, pergi ke
sawah dan kebun, mengolah tanahnya yang subur. Mereka sudah boleh bermimpi,
hasil pertaniannya mampu menopang kebutuhan primer keluarganya, anak-anaknya
berisik dipagi hari, pergi ke sekolah dengan gembira., menimba ilmu dan kelak
menjadi manusia yang berguna bagi agama dan bangsa Indonesia. Pusat pemerintah (pelayanan publik)
dibangun, Tempat Pendidikan dan ibadah didirikan. Jalan umum diperbaiki.
Irigasi dan kali Bekasi (CBL) mulai dibangun pemerintah pusat dengan bantuan
bank dunia. Masyarakat Bekasi dengan prinsip ringan sama di jinjing, berat sama
dipikul, secara swadaya bergotong royong turut membantu pemerintah membangun
infrastruktur kampungnya masing-masing. KH. Noer Ali, memegang pacul, memimpin
dan menggerakan warga gotong royong , membuka dan memperbaiki jalan ujungmalang
menuju teluk pucung, memperkenalkan tanaman pohon jeruk untuk hasil perkebunan
yang lebih tinggi nilai pendapatannya. Itulah cerita 76 tahun yang lalu,
Ketika Bekasi mulai bangkit dan bangun,
bergerak melawan ketertindasan, saat ini Bekasi terkenal sebagai daerah Kawasan
ndustri terbesar di asia tenggara. Sudah banyak anak-anak Bekasi yang terdidik
secara baik yang tetap mempertahankan identitas kesantriannya. Attaqwa sebagai
institusi pendidikan keagamaan sudah berkembang pesat. Puluhan cabang berdiri
baik di kabupaten maupun Kota Bekasi, pimpinan Attaqwa sudah beralih ke generasi
ketiga, dengan pimpinan umum KH. Irfan Mas’ud Lc, MA.
Begitulah, sejak jam 7.00 pagi,
seluruh unsur aparat pemerintah (Kepala Daerah, Pimpinan DPRD, Pimpinan
Kepolisin, kejaksaan dan TNI) membentuk barisan peringatan hari pahawan, dengan
penuh khidmat di Pondok pesantrean Attaqwa Putri, tempat KH. Noer Alie di
makamkan, tempat dulu kami Ketika kecil mencari buah kuwista yang jatuh. “Ketika
pohon kuwista pertama kali tumbuh saya belum lahir” kata ustad Iman Fadlurrahman
putra KH. Nurul Anwar, berbisik. Benar, seperti kata Jenderal TNI (Prn) Abdul
Haris Nasuition “ mengenang KH Noer Alie adalah mengenang pejuang sepanjang
hayat, dibidang manapun diperlukan bangsa dan ummat. Nama beliau mesti tercatat
di ‘tugu syuhada” Indonesia sebagai ulama teladan yang selalu Bersama rakyat.”||Enka
Then, using a free guess provide, find a way to|you presumably can} guess on rugby, football, cricket, and other present events. It is essential to also evaluation the terms and conditions of the Betway bonus before using the benefits. If you could have} already registered on the positioning, you aren't considered model 카지노 사이트 new} user- for instance, think about net site|a web site} with a sportsbook and a on line casino. You won’t be eligible for the sportsbook’s welcome bonus if you beforehand signed up as a on line casino player on that website.
BalasHapus